Senin, 20 Agustus 2012

Team Versus Solo Effort : Part 2

Salah satu alasan utama dibentuknya teamwork adalah untuk mengumpulkan bakat-bakat serta skill terbaik dalam masing-masing bidangnya untuk kemudian digabungkan agar menghasilkan sebuah karya atau produk yang bermutu tinggi, lengkap dan sempurna.

Oleh karena itu dalam kerja team, umumnya upaya dan prestasi individual tidak akan terlalu menonjol (kecuali orang-orang yang memegang jabatan penting seperti Director, Art Director, Animation Supervisor dan lainnya) karena setiap orang yang terlibat sudah dipilah berdasarkan kualifikasinya, serta hanya berkonsentrasi pada bagian-bagian kecil dan tahap tertentu saja dari suatu proses produksi. Baru kelihatan hasilnya setelah semua elemen kecil tersebut digabungkan menjadi produk yang final.

Kesuksesan kerja team sangat ditentukan oleh kesetaraan tingkat atau standar kualitas (skill, knowledge, kompetensi, etc.) dari setiap anggota team tersebut. Contohnya dalam proses produksi animasi 2D, suatu sequence animasi yang animasi kuncinya (key animation) berhasil dibuat dengan sangat bagus dan solid (timing, posing, acting), namun ketika pada proses selanjutnya (inbetween, clean up, ink and paint, etc.) dikerjakan secara serampangan maka hasil akhirnyapun akan tampak sangat buruk.

Seorang animator yang secara individual tampak gemilang, penuh prestasi dan dielu-elukan (selebritis animasi) karena terlibat di studio animasi besar, professional (umumnya studio luar negeri) yang memproduksi film animasi berkelas dunia dan worldwide blockbuster. Belum tentu akan mampu menghasilkan kualitas pekerjaan yang sama bagusnya jika disandingkan misalnya dengan studio animasi lokal yang bermodal pas-pasan, yang masih dalam taraf membangun dan mencoba eksis di dunia industri animasi.

Kerja team yang efektif dan efisien juga sangat dipengaruhi oleh manajemen produksi yang melibatkan orang-orang yang boleh jadi non artist karena urusan mereka memang mungkin hanya berupa berkas kertas kerja seperti antara lain scheduling, notulen rapat, laporan budget dan sebagainya. Lalu kemudian juga team pendukung (support) misalnya para ahli komputer seperti programmer, production pipeline manager dan designer, storage (server) dan network specialist, IT support dan banyak lagi.

Disebabkan begitu rumit dan massive-nya penerapan cara, prosedur, policy, teknologi dan proses kerja dalam suatu perusahaan atau studio produksi animasi, maka setiap studio tersebut adalah unik; artinya satu dengan yang lainnya saling berbeda dan tidak akan pernah menggunakan managemen produksi yang persis sama. Masing-masing memiliki gaya, karakter dan ciri khas tersendiri yang akan terwujudkan dari produk yang dihasilkannya. Contohnya produk studio Pixar dapat dibedakan dari Dreamworks, Studio 4° C berbeda stylenya dengan Gonzo, Production I.G atau Ghibli dan sebagainya.

Jika seorang animator memutuskan untuk berkarya secara individual atau solo effort istilahnya. Maka ia harus mampu menguasai teknis seluruh tahapan proses produksi dari awal hingga akhir (pra hingga pasca produksi), selain juga memiliki kemampuan untuk memanage diri sendiri (waktu, peralatan, modal, dsb.) agar produksinya berjalan lancar sesuai dengan rencana kerja yang sudah ditetapkan sebelumnya (kalau ada).

Berbeda dengan bekerja sebagai bagian dari suatu teamwork, solo effort memungkinkan atau bahkan mengharuskan pelakunya sepenuhnya mengklaim tanggung jawab atas seluruh prestasi (pujian) atau mungkin kegagalan (cercaan) pada dirinya sendiri.
Kecuali di industri animasi di negara tertentu seperti Jepang misalnya, dimana terdapat suatu sistem yang memungkinkan seorang animator yang walaupun bekerja sebagai salah satu anggota dan bagian dari suatu teamwork, namun ia diperbolehkan untuk berkarya bebas sesuai dengan karakter atau ciri khas dirinya dalam menganimasikan dan menginterpretasikan suatu sequence animasi.
Ia bahkan men-direct sequence tersebut sendiri (bekerja sama atau atas masukan dari Director utamanya) yang biasanya tergolong adegan 'money shot' (adegan yang penting, berdaya jual, highlight dari rangkaian cerita, dsb).

Misalnya si A khusus dipilih untuk mengerjakan adegan perkelahian karena interpretasi dan caranya yang unik dalam menguraikan setiap gerakannya. Lalu si B sengaja dipilih untuk khusus mengerjakan animasi effect (letusan, reruntuhan, semburan asap roket atau missile dan lainnya).

Animator-animator tersebut bahkan memiliki istilah sendiri yaitu disebut 'Iron Animator' atau dalam istilah Jepang adalah 'Sakuga'.

Kasus 'Sakuga' tersebut adalah semacam anomali dimana seorang animator dapat menjadi 'dirinya sendiri' dalam ruang lingkup teamwork. Mengapa disebut anomali karena sistem sakuga tersebut dapat menyebabkan inkonsistensi dalam penuturan cerita (desain, timing, staging, etc.), karena setiap animator superstar tersebut seakan membuat 'film mini' atau 'film dalam film', boleh jadi bisa disebut semacam semi solo effort.

Team dan Solo effort masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung dari konsep dan tujuan yang ingin dicapai dalam menghasilkan suatu karya, semua orang berhak dan bebas memilih 'racunnya' masing-masing.

Mudah-mudahan tulisan saya ini dapat sedikit banyak membantu bagi mereka yang masih ragu-ragu menentukan pilihannya.


2 komentar:

  1. post tentang manajemen studio animasi,yahh.... soa'lnya saya terobsesi dengan animasi 2D...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang belum sampai detail kalau pembahasan tentang manajemen studio, baru sekedar illustrasi dan pengetahuan dasar saja yang saya tuliskan disini. Mungkin di posting yang akan datang saya akan coba bahas lebih fokus lagi ke tema manajeman studio.

      Hapus