Semenjak studio animasi tempat saya
bernaung, mengawali karir, belajar dan berkarya akhirnya berhenti
beroperasi, saya berkesempatan dan memutuskan untuk mulai bersolo
karir.
Selama meniti karir di dunia animasi,
saya telah menjalani dan memahami dengan cukup baik dan secara
mendetail semua seluk beluk tahapan proses produksi, artinya saya
memiliki modal skill dan pengetahuan yang paling tidak memadai serta
memenuhi syarat untuk mulai bersolo effort.
Teknologi komputer dan program software
pada saat ini juga sudah jauh berkembang dibandingkan era ketika saya
masih berkecimpung di studio animasi yang lama, khususnya untuk
teknologi produksi animasi 2D yang merupakan medium pilihan saya.
Berkat kecanggihan teknologi tersebut,
kini cukup hanya dengan mengandalkan sebuah laptop, secara teknis
semua kebutuhan sebuah studio animasi yang lengkap sudah dapat
terpenuhi.
Meskipun keputusan bersolo effort
dilandasi juga karena adanya desakan survival (mempertahankan kepulan
asap di dapur), namun setelah mulai menjalaninya ternyata kemudian
muncul pula perasaan lega dan kepuasan yang jarang atau bahkan tidak
pernah saya alami selama bekerja sebagai bagian dari suatu kerja
team.
Secara solo effort, proses produksi
berjalan jauh lebih cepat dan lancar karena tidak diperlukan lagi
proses birokratif pendelegasian pekerjaan serta langkah-langkah
prosedural untuk kontrol, instruksi dan atau penyediaan perangkat
manajemen produksi lainnya yang biasa dibutuhkan untuk bekerja secara
team.
Tidak ada lagi waktu yang dihabiskan
untuk mengadakan creative briefing, menyiapkan creative direction
document/ tools (storyboard, model sheet, X-sheet, etc.), proses
pemantauan kualitas kerja team atau disebut QC (quality control),
revisi pekerjaan team dan sebagainya.
Problem miskomunikasi, salah tafsir dan
masalah emosional yang umumnya dan dipastikan selalu terjadi jika
harus berurusan atau berinteraksi dengan banyak orang, dengan
berbagai sifat, mentalitas atau karakteristik serta kemampuan
skillnya, secara efektif terhapuskan.
Tidak perlu lagi harus terpaksa (karena
terbentur deadline, budget) rela untuk menurunkan standar kualitas
(sebagai director maupun studio) hanya karena kurangnya kemampuan
skill dan wawasan staff animator lainnya.
Berikut ini adalah contoh perbandingan
produksi yang dihasilkan secara teamwork dan solo effort.
Teamwork: "Lateboy"
Karya animasi tersebut melibatkan
animator sebanyak 4-6 orang, dengan lama waktu pengerjaan sekitar 4-5
minggu (20-25 hari kerja). Tehnik animasi yang digunakan adalah
menggambar secara manual di atas kertas, selanjutnya proses pewarnaan
dan compositing menggunakan software digital. Selain berperan sebagai
director, dalam memproduksi karya ini saya mengerjakan storyboard,
layout dan BG paint, key animation pada beberapa scene, coloring (ink
and paint) serta editing (compositing, final mixing).
Berikutnya adalah contoh karya animasi
yang saya tangani sendirian (termasuk presentasi dan meeting dengan
client), seluruhnya dikerjakan secara digital (paperless), waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikannya kurang lebih 4 minggu juga.
Solo Effort: "Being Dumped"
Kemiripan dari dua contoh project
animasi di atas adalah dari segi kendala, yaitu keduanya sama-sama
dikerjakan sambil belajar atau istilah populernya “Learning by
doing”.
Pada project yang dikerjakan secara
team saya bekerja dengan anggota yang masih 'fresh' alias baru
direkrut dan masih dalam tahap training. Sedangkan pada project yang
saya kerjakan sendiri, saya masih belajar dan belum sepenuhnya
menguasai software animasi yang digunakan untuk produksi.
Dari contoh perbandingan dua karya
animasi tersebut mungkin dapat diambil salah satu kesimpulan penting,
yaitu dengan bantuan software animasi yang kian canggih dan lengkap,
tidak perlu lagi dibutuhkan banyak animator untuk mengerjakan suatu
project animasi yang cukup bermutu.
Tapi...
Tergantung skill yang dimiliki
dan ketahanan fisik serta mental sang animator, khusus untuk
mengerjakan project yang besar, berdurasi panjang dan
berkesinambungan (serial animasi, layar lebar atau feature film dan
sebagainya), kerja secara team work tetap masih merupakan pilihan
yang paling sehat dan waras.