Rabu, 26 September 2012

Team Versus Solo Effort : Part 3

Semenjak studio animasi tempat saya bernaung, mengawali karir, belajar dan berkarya akhirnya berhenti beroperasi, saya berkesempatan dan memutuskan untuk mulai bersolo karir.

Selama meniti karir di dunia animasi, saya telah menjalani dan memahami dengan cukup baik dan secara mendetail semua seluk beluk tahapan proses produksi, artinya saya memiliki modal skill dan pengetahuan yang paling tidak memadai serta memenuhi syarat untuk mulai bersolo effort.

Teknologi komputer dan program software pada saat ini juga sudah jauh berkembang dibandingkan era ketika saya masih berkecimpung di studio animasi yang lama, khususnya untuk teknologi produksi animasi 2D yang merupakan medium pilihan saya.

Berkat kecanggihan teknologi tersebut, kini cukup hanya dengan mengandalkan sebuah laptop, secara teknis semua kebutuhan sebuah studio animasi yang lengkap sudah dapat terpenuhi.

Meskipun keputusan bersolo effort dilandasi juga karena adanya desakan survival (mempertahankan kepulan asap di dapur), namun setelah mulai menjalaninya ternyata kemudian muncul pula perasaan lega dan kepuasan yang jarang atau bahkan tidak pernah saya alami selama bekerja sebagai bagian dari suatu kerja team.

Secara solo effort, proses produksi berjalan jauh lebih cepat dan lancar karena tidak diperlukan lagi proses birokratif pendelegasian pekerjaan serta langkah-langkah prosedural untuk kontrol, instruksi dan atau penyediaan perangkat manajemen produksi lainnya yang biasa dibutuhkan untuk bekerja secara team.

Tidak ada lagi waktu yang dihabiskan untuk mengadakan creative briefing, menyiapkan creative direction document/ tools (storyboard, model sheet, X-sheet, etc.), proses pemantauan kualitas kerja team atau disebut QC (quality control), revisi pekerjaan team dan sebagainya.

Problem miskomunikasi, salah tafsir dan masalah emosional yang umumnya dan dipastikan selalu terjadi jika harus berurusan atau berinteraksi dengan banyak orang, dengan berbagai sifat, mentalitas atau karakteristik serta kemampuan skillnya, secara efektif terhapuskan.

Tidak perlu lagi harus terpaksa (karena terbentur deadline, budget) rela untuk menurunkan standar kualitas (sebagai director maupun studio) hanya karena kurangnya kemampuan skill dan wawasan staff animator lainnya.

Berikut ini adalah contoh perbandingan produksi yang dihasilkan secara teamwork dan solo effort.

Teamwork: "Lateboy"
 

Karya animasi tersebut melibatkan animator sebanyak 4-6 orang, dengan lama waktu pengerjaan sekitar 4-5 minggu (20-25 hari kerja). Tehnik animasi yang digunakan adalah menggambar secara manual di atas kertas, selanjutnya proses pewarnaan dan compositing menggunakan software digital. Selain berperan sebagai director, dalam memproduksi karya ini saya mengerjakan storyboard, layout dan BG paint, key animation pada beberapa scene, coloring (ink and paint) serta editing (compositing, final mixing).

Berikutnya adalah contoh karya animasi yang saya tangani sendirian (termasuk presentasi dan meeting dengan client), seluruhnya dikerjakan secara digital (paperless), waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya kurang lebih 4 minggu juga.

Solo Effort: "Being Dumped"

 
 
Kemiripan dari dua contoh project animasi di atas adalah dari segi kendala, yaitu keduanya sama-sama dikerjakan sambil belajar atau istilah populernya “Learning by doing”.

Pada project yang dikerjakan secara team saya bekerja dengan anggota yang masih 'fresh' alias baru direkrut dan masih dalam tahap training. Sedangkan pada project yang saya kerjakan sendiri, saya masih belajar dan belum sepenuhnya menguasai software animasi yang digunakan untuk produksi.

Dari contoh perbandingan dua karya animasi tersebut mungkin dapat diambil salah satu kesimpulan penting, yaitu dengan bantuan software animasi yang kian canggih dan lengkap, tidak perlu lagi dibutuhkan banyak animator untuk mengerjakan suatu project animasi yang cukup bermutu.

Tapi...

Tergantung skill yang dimiliki dan ketahanan fisik serta mental sang animator, khusus untuk mengerjakan project yang besar, berdurasi panjang dan berkesinambungan (serial animasi, layar lebar atau feature film dan sebagainya), kerja secara team work tetap masih merupakan pilihan yang paling sehat dan waras.